Minggu, 02 Januari 2011

Adventure


KOMODO NATIONAL PARK
 Awal 80an tak terasa sudah terlewat tiga dasawarsa. Dengan gaya tipa-tipu saat itu, akhirnya kudapatkan uang saku yg sy kira cukup untuk sebuah adventure. CBn 110cc keluaran th '82, membawa dua tubuh remaja (sik do langsing2) meluncur tanpa hiraukan kecemasan orang tua akan keselamatan diri ini.
menunggu penyebrangan
Motor dan kesibukan di jalan tidak spt saat ini dg rata2 kecepatan 80km/jam pd malam hari kami susuri pulau bali dg lampu yg sangat kecil perpedoman pd marka jalan (lampu penerangan jalan hanya di kota besar), mulai dari Gilimanuk s/d Karangasem, suatu daya "nekat" yg luar biasa bila sy bayangkan saat ini. Tidak lupa camera merk Ricoh    konvensional sbg sarana pamer diri hanya habis 1 roll film isi 36 sudah meliput  perjalanan selama seminggu. dan sampai kini hanya tersisa 3 lembar photo, itupun lama tidak dicuci-cetakan karena harga cuci-cetak yg relatf mahal (+- Rp.2000/lembar) bayangkan harga bensin waktu itu Rp.140,-/Liter. ini merupakan "variable cost" yg sangat signifikan selain masalah perut. 
SELFIE jaman old
Kira2 setahun sebelumnya Blitar-Bali pernah saya taklukan dg teman yang sama mengendarai Vespa 150PS. Pagi hari lanjut perjalanan menuju  Padang Bei sekira jam 8 pagi kmi tunggu penyebrangan menuju Lembar. jam 10.  sampai di pelabuhan Lembar P Lombok jam 14an. Perjalanan laut terpanjang pertama yg pernah saya lakukan.
Dengan bekal catatan alamat rumah saudara yg berada di Ampenan, kasak-kusuk akhirnya kami temukan di daerah kampung melayu, Alhamdulillah...  lumayan ngirit biaya akomodasi 2 hari..
Hari kedua pagi  subuh kami berangkat menuju pelabuhan lombok timur untuk melanjutkan perjalanan ke Pulau Sumbawa saya lupa nama pelabuhan, yg masih teringat adalah kapal penyebrangan bernama "MUNAWAR"  karena banyak  poto2 perjalanan tidak tersimpan, banyak rute yg kami lalui hilang dari ingatan. Singkat cerita satu minggu sudah pulang sampai di rumah, di intrograsi bla...bla...bla....

DANAU TOBA :
  Perjalanan bersepeda motor ke pulau Komodo diatas merupakan pillihan kedua, setelah membatalkan bersepeda motor ke danau Toba Sumatra Utara selain faktor biaya. ngeper juga melihat peta Sumatra. Akhirnya danau Toba baru terinjak 30 tahun kemudian. Kali  ini tidak dengan  teman sepejuangan saat ke P Komodo. saya bersama pasangan  hidup. Saya ajak istri pergi dg wanti2 gak boleh bawa koper (kebiasaan ganti baju 3x sehari), harus cukup hanya dg 2 ransel punggung. Sengaja saya tidak booking bagasi pesawat, perbekalan punggung masuk cabin aja. Anak-anak saya tinggal di rumah bersama neneknya, saya yakin perjalanan bachpacker kurang menyenangkan buat mereka. Dugaan saya nggak mleset istripun agak ngedumel diajak rodo coboy'an (salahe kanthil wae....) akhirnya terpaksa ngeneng-ngeneng bagaiimana supaya gak nggrudel terus,  di Medan diapusi jalan2 di Plasa Medan tukokne permen....dan mubeng-mubeng naik becak motor (bentor) Medan yang murah meriah.
Sewa spd motor untuk kelilling Samosir
Cerita kami mulai dari Polonia Airport. Masih berbekal lembaran2 info dari si mbah google, saya mencari taxi untuk ke terminal aplas. Info dari millis Back Packer (BP) banyak bus yg representatif (AC) menuju Parapat. Akhirnya kami dapatkan mobil carter Rp.40.000,- sampai ke ampelas. Kaget juga melihat ampelas, ternyata bus-bus yg di rekomendasikan  mleset dari bayangan,  bus bumel AC tp anget, perjalanan 4 jam Medan-Parapat rodo sumuk. Pada saat melintas di kota Pematang Siantar, terlihat banyak becak motor (bentor) dg BSA sebagai motornya. ini keunikan juga dan harus sempat saya kunjungi sepulang dari Parapat. Kuranglebih 30mnt sebelum masuk parapat semua kesulitan terasa terbayar dg indahnya pemandangan tepian danau toba yg sdh mulai terlihat
cukup bayangkan kesejukanya dg air toba di depanya....
Semalam di Parapat, dengan udara cukup dingin untuk menggairahkan lagi semangat "berkeluarga" esoknya setelah breakfast,  perbekalan kami titipkan di hotel meluncur ke batu 3 (istilah untuk KM3) tempat penyebarangan ke pulau samusir. Dengan Rp.7000,-/orang kami mendarat di P. Samosir dilanjukan keliling P. Samosir dg menyewa dua sepeda Motor, satu saya dg istri dan penduduk lokal sbg penunjuk jalan. Ada sedikit penyesalan "kenapa tidak bermalam di P. samosir?" di sana cukup banyak hotel yg representatif,  padahal sy sampai di Parapat masih jam 17san, artinya masih ada penyebrangan ke pulau tsb. Rekomendasi saya silahkan bermalam di Paulau Samosir bila berkunjung ke danau Toba, karena di Parapat tidak banyak obyek yg bisa kita kunjungi, selain tepian danau toba itu sendiri.
Akhirnya terlaksana sudah ke P. Samosir dg naik spd motor..... silahkan klik Poto2  DANAU TOBA. ingat esoknya sy lanjutkan ke Brastagi dg mengendarai bus lebih kecil yg tidak kalah serunya dan merasakan bagaimana macetnya Medan...... Srobot sana.....srobot sini....ini medan bung!!!!!!!

icon kota Serawak
SERAWAK
 Kali ini saya akan ceritakan "nggendong ransel" ke negara bagian Serawak, tepatnya kota Kuching. Sudah lama ingin mencoba bus lintas negri Kuching-Pontianak. Kesempatan saat ada undangan dari Konsursium Hospital Islam Malaysia (gak peduli penting/tidak) di IIUM KUANTAN harus berangkat dan langsung buka penasehat info mbah google. Ada sedikit kesalahan, harusnya dari IIUM Kuantan perjalanan bus ke Johor terus flight Kuching. Saya justru kembali ke KL dg bus malam yg cukup nyaman, turun di stadion Bukit Jalil kemudian taxi ke KLIA. Ada sedikit yg lucu... ada urang awak menawari saya "syee...syee..syee...." sambil nunjuk taxi, o....o ternyata kupingku sangat Jawa, maksunya "share" mbayar taxi...  bla...bla...bla... tidak banyak yg perlu saya ceritakan perjalanan Kuantan-Kualalumpur. Pertama kali bagi saya mendarat di International airport Kuching, bandara cukup megah, bersih,  dan tidak begitu sibuk. Hati-hati karena begitu memasuki bangunan terminal kita bercampur dg penumpang yg akan melakukan penerbangan. Saya termasuk yg tersesat karena dg "style" sok tau kita ikuti aja "grudug-grudug" e... ternyata dg enaknya mereka langsung duduk menunggu penerbangan. Sadar akan kesalahan saya langsung tanya pintu keluar.... setelah ditunjuk jalan keluar tambah kaget, lho kok meja "imigresen"...belum merasa keluar dari Malaysia kok ada pemeriksaan imigrasi lagi??? akhirnya tanya ,dan begitulah jawabnya... saya ternyata memasuki negara bagian Serawak dan ada kebijakan imigrasi yg demikian. Lebih kaget lagi ada penjelasan bila masuk dari Serawak kita tidak diperkenankan melanjutkan ke Kuala Lumpur..... mak "deg"  modar ki!!!.......... apakah berarti saya juga tidak bisa keluar dari Malaysia melalui Serawak?? karena  esok hari sy akan melanjutkan obsesi perjalanan darat lintas negeri ke Pontianak??.  Kurang lebih 30mnt dengan segala thethek-bengek imigrasi, saya mulus keluar. Sesuai info si mbah "google"  saya menuju counter taxi, agak beda dg info si mbah, karena tarip airport ke Tune Hotel RM 30 (Rp.90ewu), wah ternyata itu tarip taxi reguler, ada sendiri taxi khusus Tune RM 9. inilah pilihan kita, dg mobil avansa meluncur ke hotel unik ini, saya sdh booking tanpa "towel kit" aneh to!! hotel kok ra enek sabun/anduk, apa lagi breakfast klik Tun Hotels Kuching
Singkat cerita setelah 2 malam tidur kleleran akhirnya bisa tidur pulas bangun jam 5 WIB (6 waktu setempat) bla...bla..bla... keluar cari obyek menarik, +- 50 m dari hotel ada sungai serawak, banyak hilir-mudik orang menyebrang dg menggukan sampan kecil. Jam sdh di angka 8 saya harus segera meluncur ke terminal bus, meski  terjadwal jam 11, saya khawatir ketingglan, lagi2 gak berani "back packer" murni, akhirnya nyegat taxi ke terminal bus. terminal cukup sederhana, tidak sibuk dan ruwet, Ada 20an counter bus di terminal ini, kebanyakan jurusan dalam negri ; Serian, Sarikei, Sibu, Bintulu, Miri. lintas Negara ke Pontianak dan Brunei Darusalam. "Kemecer" juga rasanya melihat bus yg indah dan megah jurusan Brunei, seandainya Lion Air tidak terlanjur sy booking untuk esok hari, mungkin mrucut juga ke negri Bolkiah. Ada beberapa bus jurusan Pontianak : Eva, SJS ada juga DAMRI.  Sesuai info si embah, SJS executif jam 11am pilihan saya.  sisa ringgit saya keluarkan RM80  udah dapatkan ticket bus SJS super executip, satu deret 3 bangku, sangat longgar dg ukuran saya yg cukup langsing ini. Mendekati pukul 11 waktu setempat, saya harus segera memasuki bus. 1,2,3….. dst ternyata akhirnya bus penuh juga, 17 penumpang, berarti hanya tersisa 2 seat dari kapasitas max.
Komplek Imigrasi Tebedu batas keluar dari Serawak
Tepat jam 11.00am bus mulai bergerak, Cukup nyaman suspensi dan tempat duduk dg sandaran kaki. Setengah jam kemudian mulai tampak pemandangan berbeda, saya meninggalkan kota Kuching, kanan kiri tampak pemandangan kelapa sawit yg tertata rapi dg bagian bawah tampak bersih terawat. Kondisi jalan cukup lebar,  3 jalur untuk masing2 arah dan dipisahkan lampu jalan dg arah berlawanan.  Beberapa seat di depan saya ada ada 6 pemuda 2 cewek dan 4 cowok, ngomong2 ternyata mereka mahasiswa Kuching akan mudik liburan di Pontianak, memang kebanyakan masyarakat mampu di Ponti kuliah di Kuching, ada 350an mahasiswa Indonesia katanya.  Jalan mulai menyempit dan sudah tidak satu arah lagi, ada rambu Tebedu 30Km. Tak terasa sampailah kami di TEBEDU, pintu keluar dari negeri Serawak. Ewes….ewes…..ewes… bablas tanpa halangan diteruskan jalan kaki +- 50m memasuki ENTIKONG pintu  ke Negara tercinta. Di Entikong cukup memakan waktu, karena semua barang harus dibongkar…. Dan tiba-tiba mak “deg” saya melihat sragam petugas seperti yg dikenakan Yoyok Nias (temanku yg kerja di Jember) wis… gak usah dibahas…. Yg jelas sy sudah sampai di negeri pertiwi. Semua masuk bus, eee…. ternyata kurang satu penumpang, setelah ditunggu hampir satu jam muncul penumpang TKI yg kita tunggu, ternyata sedikit bermasalah.
Tidak banyak perbedaan karakter petugas Imigrasi di Tebedu dan Entikong. Baru dua menit bus berjalan mulai terasa sang sopir (ternyata orang Tulung Agung) sering melakukan pengereman mendadak, membuat kurang nyaman penumpang, ternyata sudah mulai banyak sepeda motor bersliweran. Baru sadar inilah alam nyata saya Republik Indonesia. Hanya dibatasi oleh 2 kantor Imigrasi, masih dalam satu adat, bahasa, agama dan satu pulau Borneo, saya yakin tidak ada perbedaan sumberdaya alam yg berarti, suasana sudah sangat berbeda. Artinya manusia sbg khalifatullah fil ardl  memegang kedali untuk menjadikan alam ini nyaman atau sangar thd penghuninya. Para pembuat kebijakan sangat penting untuk mewarnai bumi ini.
 
TIMOR LESTE
 
Seperti biasa,  untuk bisa low cost cari nunutan acara. Sudah lama janjian dengan teman lama Bordalou F Monez yang asli orang Timor Timur untuk untuk berkunjung. Perkenalan sejak th 1985 ketika sama2 di kampus Kaligawe Semarang, tentunya masih blm diperlukan paspor untuk ke sana, tapi apa daya politik memisahkan kewarganegaraan dan persaudaraan masih terjalin.. Acara di kupang semestinya berakhir pada hari ke 3, namun itu bukan acara utama, tujuan utama cu...us ke Timor Leste memenuhi janji dg Monez. Seminggu sebelum keberangkatan sebenarnya masih spt rcn awal perjalanan darat Kupang-Atambua yg ditempuh 6=8 jam. segala travel darat sdh saya susuri, mulai dari carter mobil pribadi sampai bus angkutan umun, krn msh dalam keraguan saya blm berani booking. Keputusan perjalanan udara baru 2 hari sbl keberangkatan.  ini harus saya ambil krn menurut saudaraku Monez pukul 4 sore WIT perbatasan sdh tutup. waduh..... batal deh menikmati gersangnya pulau kupang, padahal sdh ada spot2 yg sy siapkan untuk selfi. Setelah acara dianggap pantes  untuk sy tinggalkan hari ke 2 di Kupang harus saya tinggalkan, kasak kusuk ada nunutan ke bandara El Tari, tertlalu pagi saya datang di airport tp tak apalah sambil menikmati  pemandangan di airport,  jam 10an saya boarding... bla bla bla.. naiklah sy ke pesawat baling2 dg penumpang 30an orang,
lumayanlah lebih dari pada yg pernah sy coba DERAYA Air Sevice Semarang ke Karimunjawa yg cuma max 15 orang, cukup nyaman juga gak ada senam jantung. Singkat cerita landing di Atambua Airport. Saya sdh janjian juga dg teman yg ada di sini: dr Joice namanya, dg HP saya dibimbing untuk keluar +-50m berjalan kaki  ee... lha dalah saudra Monez sdh nongkrong sambil ketawa tiwi di ruang tungggu, padahal sebelumnya jajian jemput saya di imigrasi masuk TIMLES. Bergabunglah kami dr Joice, dr Monez dan istrinya dalam satu mobil yg di sopiri dr Joice. Setelah ngobrol ternyata Monez dan Joice msh satu marga terpisah geopolitik. Singkat cerita kami diantar oleh dr. Joice ke perbatasan, dan perpisah dg dr, Joice... trimkasih mama Joice... 

dari kanan dr Joice saya, Monez san istrinya
dr Joice, sya, Monez dan istrinya
begitu biasanya kami memanggil. Cukup megah imigrasi kontras dg perumahan penduduk sekitar, gak ada masalah cop  paspor exit RI, tahap selanjutnya bayar VOA 30$ US cop paspor permit masuk TIM:ES, pemeriksaan barang lancar. Perjalanan kami lanjutkan sekira 2jam kami sampe Maliana Hospital  dimana  sahabat saya ini sbg kepala RS. Semalam kami tidur pulas di rumah dinas Monez Pagi sarapan roti gak masalah buat saya, tapi gak ada kopi faforitku,
dg Moniz di depan IGD Maliana Hospital
kemudian saya coba jogging sambil milang-miling barangkali ada yg jual kopi, lha itu ada dan ternyata 1$US dapat 2 sachset kopi faforit yg di jawa Rp3000,- sdh di seduh... woo pantas kemaren Monez ke Atambua sekalian belanja keperluan harian. Malam ke dua saya diajak makan dg dokter2 anak buah dr. Monez, mereka orang2 bule berwajah kotak... eee... ternyata dari Kuba semuanya spesialis (Sp),  Obgin, Pediatric, Anastesi, Bedah, gaji mereka jauh dibawah pendapatan Sp. di Indonesia. itupun masih dipotong pajak 50% untuk negaranya. Kita bicara dg bahasa Portugis dg Moniz sbg penterjemah, saat sy tawarkan main ke Indonesia dikatakan tak mungkin melalui jalur resmi, pergi ke negara yg bukan tugasnya merupakan pelanggaran berat (maklum negara sosialis) kekuasaan negara mutlak. Sampai
bersama dokter2 Sp dari negri Fidel Castro
larut malam kami ngobrol  dg "pasukan Fidel Castro" jd banyak tau ttg kehidupan negara sosialis ooh... begitukah  kehidupan "sama rata sama rasa", semua dicukupi negara, bekerja juga untuk negara
Mereka tampak sibuk (gupuh) melayani kami, seorang dokter pediatric perempuan memasak untuk kami. Saya makan malam agak "cekidah cekidih" menghindari bahan makanan yg meragukan tentunya. untung Moniz paham dan dikatakan saya adalah vegetarian (pinter kau Moniz). Yg tidak ketinggalan mereka selalu makan dg lauk kripik pisang dg bumbu spt krupuk asin, enak juga dan dijamin halal nih.
saya coba ke ATM curencynya pun pake $US

Esok paginya sebelum saya berangkat ke DILI  saya perhatikan mereka masih pada berlomba-lomba belajar sepeda, bila ada temanya yg sdh mulai bisa tentunya msh "igal igul igal igul" teman2 yg lain pada tepuk tangan.... sayapun ikut tepuk tangan karena heran wis gerang sak mono lagi blajar ngonthel, apalagi spd motor pasti gak bisa juga. Terlintas dlm benaku. "begitu megahnya PANCASILA, masyaallah Indonesiaku akankah kita dustai nikmat ini" beruntunglah G30S gagal.
PHOTO2 TIMOR LESTE  disini POTO2 DILI      
 
pucuk kulon Indonesia rung iso crito


HALAMAN YG PERLU DIKUNJUNGI :